Menyentuh Nusantara dengan Informasi Spinal Muscular Atrophy (SMA)

Komunitas Spinal Muscular Atrophy, didukung oleh Archipelago Scholar, menyelenggarakan awareness campaign tentang Spinal Muscular Atrophy (SMA). Spinal Muscular Atrophy merupakan penyakit genetik langka yang harus dideteksi sejak dini, karena dapat  menyebabkan kematian. Penyakit ini ditandai dengan melemahnya pergerakan otot rangka tubuh seperti otot kaki, tangan, punggung, dan pernafasan.

Saat ini pengetahuan tentang penyakit ini dan keberadaan penyandang SMA di Indonesia masih terbatas, sehingga penyandang SMA lambat terdeteksi, mendapatkan penanganan yang kurang tepat dengan fasilitas yang kurang memadai, serta tidak jarang mengalami diskriminasi.

Komunitas SMA Indonesia mengadakan “SMA Awareness Campaign” melalui penyebaran kalender 2018 yang berisi infografis tentang SMA kepada tenaga kesehatan dan masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi bagi masyarakat tentang Spinal Muscular Atrophy.

Gambar 1. Peta Distribusi Kalender Infografis SMA 2018 di Seluruh Indonesia.

Angka biru menunjukan jumlah kalender yang sudah disebarkan dan angka hijau mewakili jumlah penyandang SMA di daerah tersebut. Simbol * mewakili anak SMA tipe 1 yang meninggal dunia.

Sasaran pembagian kalender meliputi tenaga kesehatan baik lingkup puskesmas ataupun  rumah sakit serta beberapa instansi di 34 provinsi di Indonesia. Pada tahun 2018, Komunitas SMA mencetak 2225 Kalender Infografis SMA dan 10 booklet yang berisi kesepakatan internasional tentang standar perawatan (international consensus of standard care-treatment) untuk anak-anak penyandang SMA yang diterjemahkan dari publikasi ilmiah internasional.

Kalender Infografis Spinal Muscular Atrophy

Melalui SMA Awareness Campaign, jumlah penyandang SMA yang terdeteksi meningkat dari 29 pada tahun 2017 menjadi 46 penyandang pada tahun 2018 yang tersebar di Jawa, Kalimantan Selatan dan Sumatera. Kegiatan ini akan dilaksanakan secara berkelanjutan. Dengan semakin banyaknya anak yang terdeteksi, komunitas SMA Indonesia akan tetap melakukan advokasi ke pemerintah, petugas kesehatan, dan berbagai pihak di masyarakat untuk memperhatikan penanganan dan biaya kesehatan pada anak-anak SMA.

Workshop Cardiology Emergency

MANAGING CARDIOLOGY EMERGENCIES IN EMERGENCY ROOM

Penyakit jantung adalah salah satu penyebab kematian mendadak. Kegawatdaruratan kardiovaskular membutuhkan penanganan segera dari tenaga kesehatan yang professional dan kompeten.

Tim Emergensi Rumah Sakit Katolik  St. Antonius Ampenan lombok bekerja sama dengan Tim Rumah Sakit Katolik St. Vincentius A. Paulo Surabaya mengadakan  simposium dan workshop tentang “Managing Cardiology Emergencies In Emergency Room”  pada tanggal 30 dan 31 Maret 2019 di Hotel Puri Indah Mataram. Beberapa pakar yang menjadi narasumber dan fasilitator dalam acara ini adalah dr. Joko Hermawan Sp.JP; dr. Richardus Rukma Juslim, Sp.JP,(K) FIHA; Ns. Ni Ketut Suadnyani, S.Kep, M.Kep; Ns. Sulastri, S.Kep. dan Ns. Sulati, S.Kep.  Kegiatan didukung oleh Yayasan Archipelago Scholar.

Simposium dan workshop ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan  tenaga kesehatan dalam melakukan penanganan kegawatdaruratan  kardiovaskular.

Pelatihan penanganan kegawatdaruratan kardiovaskular

Kegiatan ini diikuti oleh 78 peserta yang terdiri dari dokter spesialis, dokter umum dan perawat. Peserta berasal dari berbagai institusi kesehatan di berbagai daerah di Lombok  termasuk puskesmas, klinik dan rumah sakit. Presentasi peserta dari berbagai institusi dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

Data Lengkap Peserta Workshop “Managing Cardiology Emergencies In Emergency Room”

Pada kegiatan ini terdapat beberapa agenda yaitu kuliah, diskusi, praktek dan ujian yang diberikan kepada peserta. Evaluasi dengan mengadakan pretest, posttest dan ujian praktek. Pada pelatihan ini hampir seluruh peserta mengalami peningkatan  pada nilai posttest yang menandakan bahwa setelah diberikan materi oleh narasumber, peserta dapat lebih mengerti mengenai materi yang dipaparkan. Sebagian besar peserta puas dengan materi dan pelatihan yang diberikan, mereka mengharapkan agar kegiatan ini dilaksanakan kembali.

Tim code blue RSK St. Antonius Ampenan

Tiga bulan setelah kegiatan ini, RSK Santo Antonius Ampenan berhasil membentuk Tim Code Blue dan Prosedur Penanganan Code Blue Rumah Sakit. Tim Code Blue terdiri dari 4-5 orang dengan seorang pemimpin dan sisanya bertugas untuk menjaga jalan udara, pernapasan dan sirkulasi serta mencatat hasil. Dengan perbaikan sistem ini, angka kematian akibat kegawatan kardiovaskular diharapkan menurun karena pasien yang mengalami kegawatan segera mendapatkan pertolongan. Jumlah keluhan keterlambatan pelayanan emergensi juga diharapkan menurun seiring dengan meningkatnya respon tim penanganan emergensi.